SIKKA - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sikka menyetujui extra time atau perpanjangan waktu kerja tim Panitia Khusus (Pansus) Perumda Wair Puan sampai tanggal 31 Agustus 2022, memantik respont pengamat hukum Marianus Gaharpung SH.MS.
Marianus juga bahkan memberi apresiasi kepada DPRD Sikka atas ketegasan lembaga itu dalam mengambil sikap memperpanjang waktu Pansus Wair Puan guna merampungkan sisa pekerjaan rumah yakni mengumpulkan keterangan dari mantan Direktur Perumda Wair Puan.
"Luar biasa rapat paripurna DPRD Sikka hari ini, Senin 8 Agustus akhirnya memperpanjang waktu kerja tim Pansus Perumda Wair Puan sampai tanggal 31 Agustus 2022 untuk merampungkan kerjanya termasuk meminta keterangan dari mantan direktur Perumda Wair Puan atas program pelaksanaan SR-MBR. Ini sikap politik dan hukum yang patut diacungi jempol bagi DPRD Sikka, " demikian puji lelaki yang akrab disapa Marianus ini.
Kongkritnya, kata Marianus, misi pansus tersebut ialah untuk menegakan fungsi anggaran serta pengawasan DPRD. Di satu sisi juga, itu merupakan moment bagi sang mantan Direktur Perumda Wair Puan untuk memberikan klarifikasi atas semua tanggungjawabnya terkait pelaksanaan program SR-MBR.
"Karena sejatinya, misi pansus ini dalam rangka menegakkan fungsi anggaran dan pengawasan DPRD. Di sisi lain, adalah moment sungguh berharga bagi mantan direktur Perumda Wair Puan untuk dapat memberikan klarifikasi atas semua tanggung jawabnya dalam kaitan dengan pelaksanaan program SR - MBR demi pemulihan nama baik kariernya serta tidak merasa dirinya seakan terus dizolimi publik sampai - sampai mengajak pihak lain debat publik secara offline, " katanya.
Marianus berujar, moment itu merupakan bentuk argumentasi hukum atas pelaksanaan SR-MBR di Perumda Wair Puan baik dari tahap persiapan serta laporan akhir proyek.
"Moment berarti ini, sebagai bentuk argumentasi hukum atas semua program pelaksanaan SR-MBR di Perumda Wair Puan mulai tahap persiapan, pelaksanaan (kualitas barang/jasa pekerjaan) serta laporan akhir dari proyek tersebut. Atas dasar ini, maka ada beberapa pertanyaan, 1. Apakah dengan adanya hasil audit BPKP terhadap pekerjaan SR - MBR dan tidak ditemukan masalah, maka persoalan hukumnya harus dianggap selesai? 2. Kapan tanggungjawab pidana (korupsi) seseorang dianggap gugur atau tidak dibuka kembali? 3. Apakah ada perbedaan kewenangan BPK dan BPKP dalam melakukan audit keuangan panca putusan Mahkamah Konstitusi?, tanya Marianus.
Laywer di Surabaya ini membeberkan, bahwa ada pernyataan menarik dari mantan direktur Perumda Wair Puan di salah satu media online bahwa seluruh proses sudah diaudit. Mulai dari audit keuangan oleh auditor independen (WTP), audit kinerja oleh BPKP tidak ada temuan, khusus MBR ada audit khusus oleh konsultan pusat, uji petik oleh Balai, dan audit sampling oleh BPKP.
"Tetapi realita yang terjadi BPKP hanya melakukan review terhadap pekerjaan SR - MBR apa layak secara teknik dan kriteria yang diwajibkan dari Kementrian PUPR atau tidak. BPKP tidak melakukan audit terhadap proses pengadaan barang dan jasa khusus dana Penyertaan Modal termasuk juga konsultan hanya melakukan verifikasi terbatas pekerjaan SR-MBR . Misalnya saja hasil review BPKP juga jelas bahwa dari 2250 SR - MBR yang Perumda Wair Puan pasang cuma 2155. Dari 2155 yg layak untuk mendapatkan Hibah cuma 2125 . Pertanyaannya 125 nya menjadi tanggung jawab siapa karena uang Pemkab Sikka sudah terlanjur keluar?, "sebutnya.
Ini salah satu contoh masalah dari sekian banyak masalah yang perlu dimintakan keterangan dan pertanggungjawaban oleh Pansus Wair Puan kepada mantan direktur Wair Puan. Sehingga menurut Marianus, sangat rasional dan argumentatif DPRD Sikka merekomendasikan memperpanjang kerja pansus tersebut untuk memeriksa program SR-MBR sampai tuntas.
"Sehingga ketika rampung semua kerja pansus pasti akan membuat legal audit dan legal opini yang akan dipertanggungjawabkan di depan rapat paripurna DPRD Sikka untuk direkomendasikan kepada BPK atau aparat penegak hukum, " katannya.
Dosen Fakultas Hukum di Universitas Surabaya ini juga menyebut, banyak mantan pejabat tiba - tiba saja dipanggil diperiksa pansus DPR/DPRD dan aparat penegak hukum bahkan sampai disidangkan serta dipidana di pengadilan tipikor. Padahal semua laporan pertanggungjawaban secara administratif dianggap selesai dan benar.
"Tetapi mengapa pejabat itu harus dijadikan tersangka dan dipidana, karena dalam diri seorang pejabat melekat tanggungjawab jabatan sampai berakhir masa jabatannya dan tanggungjawab pribadi (pidana) berakhir sampai pejabat tersebut meninggal dunia. Itu artinya, walaupun pejabat tersebut purna tugas tetapi ditemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara di masa kepemimpinannya, maka pejabat yang sudah purna tugas wajib dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi, " tutur Marianus.
Dijelaskan juga, mahkamah Konstitusi mengakui kewenangan BPKP dalam melakukan audit investigasi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 yang menguatkan kewenangan BPKP untuk melakukan audit investigasi berdasarkan Keppres 103 tahun 2001 dan PP No 60 Tahun 2008.
"Artinya BPKP dan BPK masing-masing memiliki kewenangan untuk melakukan audit berdasarkan peraturan. Itu artinya kewenangan BPK dan BPKP dalam melakukan audit adalah sama sebagai bukti surat dalam proses peradilan pidana (korupsi), " tandasnya.
Tetapi ada satu hal yang sangat penting dalam diktum putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bahwa dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, kata Marianus, aparat penegak hukum bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK , melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli (pendapat ahli) atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu.
Bahkan, dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.
"Artinya, dalam konteks diktum putusan Mahkamah Konstitusi ini sangat membuka peluang bahwa lembaga lain di luar BPK ata BPKP termasuk hasil kerja Pansus terhadap Perumda Wair Puan melalui keputusan rapat paripurna DPRD Sikka dapat saja direkomendasikan kepada aparat penegak hukum jika memang ditemukan adanya penyimpangan keuangan negara kaitan program pelaksanaan SR-MBR di Perumda Wair Puan, " pungkas Marianus.